
Liberalisasi Agama secara ringkas dapat dikatakan sebagai upaya-upaya menundukkan ajaran Islam dengan akal. Sambil nyontek metodologi para filsuf, kaum Mu’tazilah dan Ahlu Kalam, kelompok
penderita sepilis akut stadium dewa masa kini, menyebarkan ajaran dan keyakinan bahwa akal adalah segalanya.
Menurut
logika sesat para penderita sepilis, jika sumber ajaran Islam tidak masuk akal atau bertentangan dengan akal mereka, maka tidak perlu dipergunakan atau dita’wilkan saja menurut kemauan akal mereka dengan cara bertumpu pada debat dan logika. Dan untuk memuaskan sikap pragmatis mereka, maka teks-teks sumber ajaran Islam boleh dipotong-potong atau cukup difahami secara sepotong-sepotong saja.
Tetapi pada kenyataan di lapangan, hal ini terbukti kurang sukses
meracuni pemikiran muslim di indonesia. Oleh sebab itulah, atas petunjuk tuan besarnya (
the one eye - Dajjal), mereka pun mulai memunculkan upaya penyesatan pemikiran baru yang bisa kita sebut sebagai
Neo Liberalisasi dengan mengusung slogan Islam Nusantara.
Yang dimaksud Neo liberalisasi agama dengan slogan Islam Nusantara di sini adalah sebuah gerakan baru dengan metode baru, dalam upaya untuk lebih mengefektifkan dan mengintensifkan
proyek-penyesatan pemikiran mereka, yaitu
liberalisasi ajaran Islam dan
meliberalkan muslim Indonesia.
Neo liberalisasi agama ini sengaja dimunculkan setelah
para penderita sepilis menemui kenyataan bahwa penyesatan pemikiran mereka dijegal oleh para pemikir dan pejuang Islam yang secara cerdas mementahkan argumen, gerakan, dan pemikiran sekular dan liberal mereka.
Neo Liberalisasi Agama ini mendompleng semangat
Nasionalisme Sempit yaitu bagaimana kearifan lokal (local wisdom) yang diharapkan bisa menundukkan Ajaran Islam. Mereka menyebutnya :
Islam Nusantara. Yaitu Islam yang disesuaikan dengan Nusantara sebagai sebuah bentuk kearifan lokal.
Bentuk-bentuk Kearifan lokal dalam masyarakat bisa saja berwujud nilai, norma, etika, kepercayaan, adat-istiadat, hukum adat, dan aturan-aturan khusus. Begitulah pendapat Prof. Nyoman Sirtha. Sehingga Islam Nusantara adalah Ajaran Islam sesuai dan selaras dengan nilai, etika, kepercayaan, adat-istiadat, hukum adat yang ada di bumi Nusantara. Jika tidak sesuai, maka ajaran Islam tersebut harus ditolak. Terima yg sesuai dengan kearifan lokal dan buang yang tidak sesuai.
Singkatnya, Ajaran Islam dioprak-oprek, dikotak-katik, dicocok-cocokkan dengan hawa nafsu dan selera liberal dengan mengusung kearifan lokal.