Iblis dan pasukannya (yaitu, para setan dari golongan jin dan manusia) menyuntikkan
Racun Nasionalisme ke otak manusia. Yaitu, sebuah faham yang mengajarkan manusia untuk Fanatik kepada suku, bangsa dan negaranya. Tujuannya supaya setiap orang lebih mencintai suku, bangsa dan negaranya masing-masing daripada yg lain.
Apabila seseorang sudah terinfeksi racun nasionalisme, maka mudah bagi Iblis untuk memecah belah dan menghancurkan manusia. Ibarat api dalam sekam, dikipasin sedikit aja akan membesar. Komporin sedikit aja, maka akan Terbakar! Manusia akan rela membela bangsa dan negaranya tanpa berfikir panjang. Right or wrong is my country (mau bener atau salah, pokoknya gue belain suku, bangsa dan negara gue). Akhirnya Yang ada hanyalah Cinta dan Benci karena 'suku, bangsa dan negaranya masing-masing'.
Nasionalisme bertentangan dengan ajaran dan aqidah Islam. Islam mengajarkan untuk berlaku adil kepada setiap orang tanpa memandang suku, bangsa dan negaranya. Islam mengajarkan bahwa cinta dan benci hanya karena Allah semata.
'Ikatan keimanan yang paling kuat adalah yang terwujud di dalam memberikan loyalitas dan menyatakan permusuhan, serta mencintai dan membenci karena Allah semata’.( HR. Ahmad)
Sebenarnya, Ikatan persaudaraan (cinta dan benci) setiap muslim di muka bumi adalah semata karena 'Iman' dan kagak boleh dibatasi dengan teritorial tertentu, juga bukan karena suku, bahasa, bangsa dan negara.
"Sesungguhnya mukmin (orang-orang yg beriman) itu bersaudara .... " (Terjemah Surah al-Hujuraat:ayat 10)
Oleh sebab itulah, Nasionalisme harus disingkirkan dari benak kaum muslimin karena apabila Nasionalisme sudah merasuki pemikiran kaum muslimin, maka mereka akan berbuat dan berjuang bukan lagi karena membela kepentingan Islam dan bukan lagi demi tegaknya kalimatullah di muka bumi ini, melainkan semata karena suku, bangsa dan negaranya. Begitu juga dg keyakinan bahwa Islam merupakan rahmat bagi seluruh alam, disebabkan nasionalisme dalam benak kaum muslimin, akan memudar dan tergantikan dengan 'hanya bagi suku, bangsa dan negaranya' masing-masing. Mereka tidak mau lagi menengok nilai-nilai dan ajaran Islam yang universal yaitu untuk menyelamatkan bumi dari syirik (penyembahan kepada selain Allah) dan memakmurkan serta memajukan peradaban dunia.
Rasulullah - shalallahu 'alaihi wasallam - sendiri telah mengingatkan umatnya supaya tidak terjebak dalam faham sesat tersebut. Dalam sebuah hadits shahih Beliau saw bersabda:
“Dan barangsiapa mati di bawah bendera kefanatikan, dia marah karena fanatik kesukuan atau karena ingin menolong kebangsaan kemudian dia mati, maka matinya seperti mati jahiliyah!" (HR. Muslim)
Pandangan Ulama terhadap Nasionalisme :
Dalam tesisnya yang berjudul Al Wala’ wal Al Bara’, Syaikh Muhammad Said Al-Qahthani menulis :
“Bahwa Nasionalisme merupakan salah satu bentuk kesyirikan, karena dia akan menuntut seseorang untuk berjuang membelanya, dan membenci setiap kelompok yang menjadi musuhnya – tanpa melihat muslim atau bukan -, dengan demikian secara tidak langsung ia telah menjadikannya sebagai tandingan Allah”.
Sayyid Muhammad Qutb meletakkan faham Nasionalisme sejajar dengan faham-faham sesat lainnya seperti komunisme, sekulerisme, liberalisme, demokratisme, yang sangat bertentangan dengan aqidah Islam. Faham-faham tersebut bisa membatalkan ke-islam-an seseorang karena mengajarkan pengikutnya untuk memisahkan Islam dari kehidupan nyata.
(Lihat : Muhammad Qutb, Lailaha illallah Aqidatan wa syari’atan, hal. 140)
Mirip dengan pendapat Muhammad Qutb, ustadz Abul A’la al Maududi menolak digabungkannya antara Islam dengan faham Nasionalisme. Beliau tidak menyetujui seseorang yang mengatakan muslim nasionalis, karena kedua-duanya tidak bisa bertemu. (Abul A’la Al Maududi, Ummatul Islam Waqodhiyatul Qaumiyyah, Hal. 174)
“Demikianlah manusia terbagi menjadi dua partai besar, partai Allah dan partai setan, menjadi dua bendera, bendera kebenaran dan bendera kebatilan. Seseorang hanya bisa memilih salah satu dari keduanya, tidak ada bendera kekeluargaan atau kekerabatan, tidak ada bendera tanah air maupun kesukuan, yang ada hanyalah bendera aqidah.” (Sayyid Qutb, Fi Dhilal Al- Qur’an, Darus Syuruq, 1994, Juz. 6, Hal. 3515-3516)
Ini bukan berarti Islam melarang pemeluknya untuk mencintai suku, bangsa dan negaranya. Tidak sama sekali! Silahkan saja mencntai suku, bangsa dan negara masing-masing, tetapi kecintaan tersebut harus tetap berada dalam koridor Syariat dan Aqidah Islam. Dimana kecintaan terhadap segala sesuatu mesti ditempatkan dibawah kecintaannya terhadap Alloh, Rosul dan Jihad Fie Sabilillah!
Katakanlah, "Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari pada Allah dan Rasul-Nya dan dari jihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasiq". [QS. At-Taubah : 24]
Akhirnya kita patut merenungi salah satu sya’ir yang sering dikumandangkan anak-anak sekolah :
“Cina dan Arab adalah milik kita
Begitu juga India dan semuanya milik kita
Islam telah menjadi dien kita
Seluruh alam adalah Negara kita”.
Yawdah, gitu aja yaaa.....